Mengapa Senyum itu Penting?

Gambar saat ini: old man, asian man, farmer, wrinkles, cambodia, headscarf, headwear, kufiya, keffiyeh, portrait, asia, old man, farmer, farmer, farmer, farmer, farmer

Sepulang jumatan minggu lalu, saya menyempatkan diri untuk membeli minuman di salah satu toko swalayan. Setelah membayar semuanya, saya mengatur kembalian di depan pintu masuk, karena saya menggunakan sarung jadi agak lama dan akan menghambat antrian nantinya. Di hadapan saya ada sepasang lansia berjalan dengan sedikit tertatih, mereka saling berpegangan. Saya refleks membukakan pintu untuk mereka dan menyunggingkan senyum, mereka berdua masuk dan sang kakek membalas senyum saya dengan anggukan penuh hormat (setidaknya itu yang saya rasakan), rasanya sangat menyenangkan melakukannya meski tanpa disengaja. Rasa senang itu perlahan-lahan membuat saya bertanya-tanya: kenapa tindakan sekecil itu bisa meninggalkan kesan yang cukup dalam? Belakangan saya teringat beberapa buku yang pernah saya baca, yang mengatakan pentingnya sebuah senyuman.

Dalam bukunya yang berjudul ‘Jangan Membuat Masalah Kecil Menjadi Masalah Besar’ Richard Carlson mengatakan: tersenyumlah kepada orang tak dikenal, tatap matanya dan sapalah. Kalimat itu terdengar agak aneh memang, bila kita mengaplikasikannya tanpa mengetahui konteks di baliknya. Rupanya Carlson memiliki pendapat bahwa sangat jarang ditemukan orang yang berjalan sambil menghindari kontak mata dan menunduk adalah orang yang ramah. Dan saya sangat setuju akan hal itu, bukan karena kalimat itu semata-mata benar, tetapi karena kita tak punya begitu banyak waktu untuk menilai seseorang. Bagi  saya, beberapa detik di awal adalah waktu paling tepat dalam menilai apakah orang ini ramah atau tidak, kebanyakan dari kita tak begitu peduli dengan latar belakang orang asing yang kita temui, yang kita pedulikan adalah bagaimana reaksi mereka terhadap kita saat pertama kali bertemu.

Di samping itu, saya memiliki pemikiran lain tentang senyuman yang sama positifnya dengan sebelumnya. Seringkali saya berpapasan dengan orang asing bahkan terhadap seseorang yang sekadar kenal tapi tidak akrab, kecenderungan yang terjadi adalah kami hanya berlalu saling membuang muka, terkadang saling mengangguk memang, tetapi lebih sering menunduk. Tak jarang ketika berpapasan dengan orang asing atau orang yang kita kenal, kita ingin menyampaikan sesuatu padanya, tetapi hal itu tak pernah keluar sampai mereka tersenyum pada kita dan kita akan langsung mengeluarkan pendapat. Kita akan berbincang sebentar dan setelahnya kembali pada kesibukan masing-masing.

Terkadang kita membutuhkan jendela kecil untuk berinteraksi dengan orang lain, dan tak jarang senyuman menjadi jendela kecil itu. Berkali-kali ketika saya menyunggingkan senyum kepada orang lain, orang tersebut akan membalas senyum dan membuka topik pembicaraan, sekadar bertegur sapa, atau berhenti sebentar dan membahas kesibukan kami akhir-akhir ini.

Gagasan serupa juga pernah saya temui di buku lain. Salah satunya dari buku ‘How to Win Friends & Influence People in the Digital Age’. Dalam Bab  2: Enam cara untuk memberi kesan yang bertahan lama, Dale Carnegie mengatakan “Tersenyumlah”. Ia menjelaskan bahwa emosi dapat menyebar dalam jangka waktu singkat dari satu orang ke orang lain. Satu senyuman dapat mengundang senyuman lain, satu alasan lagi mengapa senyuman itu penting. Ketika berbincang melalui telepon, senyuman akan mengubah suara kita menjadi lebih bersahabat. Ketika bercakap melalui pesan singkat, emoticon senyum akan memperjelas maksud dari kalimat kita. Sebuah senyuman bukanlah sekadar ekspresi melainkan sebuah kepedulian kita terhadap orang lain atau diri kita sendiri.

Saya pernah punya pengalaman ketika orang lain berterima kasih pada saya dan ia tak tersenyum, terima kasih yang ia berikan rasanya tidaklah tulus, kosong dan tak ada kepedulian di dalamnya, seperti terima kasih itu adalah SOP dalam hidupnya, memang betul ungkapan terima kasih adalah wajib tetapi sebuah senyuman dapat mengubah ungkapan wajib itu menjadi sedikit spesial, bahkan ucapan buruk sekalipun.

Semasa SMA saya seringkali bercanda dengan kawan saya Sultan dengan mengatakan kata kasar terhadap satu sama lain. Dan dalam perkataan kasar itu kami selalu menyelipkan tawa dan senyuman, sehingga ungkapan itu menjadi seperti ungkapan keakraban bukan hinaan, meskipun tak jarang kami memiliki kesalahpahaman, tapi bayangkan kalau senyuman tak ada di sana, mungkin kami akan baku pukul setiap hari. Saya tetap tidak menyarankan kalian semua untuk mengungkapkan kata kasar. Poinnya adalah senyuman amat sangat penting untuk mengisi hari, setidaknya buatlah daftar kegiatan dan taruh senyuman di paling atas, satu senyuman di hari itu mungkin akan mengubah harimu atau hari orang lain menjadi lebih baik.

Meskipun mengetahui beberapa hal positif terkait senyuman, saya sendiri masih jarang melakukannya dan saya berharap ke depannya kita semua bisa lebih sering tersenyum. Kalau kalian punya pendapat lain atau pengalaman menarik terkait senyuman, bisa ditulis di kolom komentar.

            Mungkin dunia gak akan berubah hanya dengan satu senyuman, tapi suasana hati orang bisa. Marilah kita semua menjadi orang asing yang menyenangkan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top