
Apa Itu Grit?
Sesaat setelah saya menulis sebuah review tentang buku berjudul Grit karya Angela Duckworth, entah kenapa saya memiliki keinginan untuk menulis sebuah esai darinya. Dari buku itu maksudnya. Seperti ada rasa yang meledak-ledak. Seperti ada suruhan yang entah datangnya dari mana. Mungkin saya memang ditakdirkan untuk menulis ini. Mungkin…
Sebelum menyelam ke dalam pandangan saya tentang grit, ada baiknya untuk mengetahui definisi dari grit.
Jadi, apa itu grit? Angela Duckworth mendefinisikannya sebagai sebuah konsep psikologi yang merupakan perpaduan antara passion (hasrat) dan perseverance (kegigihan) untuk mencapai tujuan jangka panjang. Dalam kata lain grit adalah sebuah kesabaran dan ketekunan dan konsistensi seseorang untuk mencapai impiannya.
Dari definisi tersebut cukup mudah untuk menyimpulkan bahwa, grit sejatinya adalah sesuatu yang penting, terutama di dunia modern yang bergerak super cepat. Di mana fokus kita seringkali hilang. Di mana distraksi bisa muncul kapan saja dan di mana saja.
Kenapa Grit Penting?
Jadi kenapa grit itu bisa penting dan kenapa semua orang harus memilikinya? Saya akan mencontohkannya dari pengalaman pribadi.
Dulu sekali ,saya sangat suka melakukan breakdance, di samping itu keren, saya juga bisa merasakan kesenangan di dalamnya. Masalahnya adalah saya mengalami penurunan performa di beberapa bulan sebelum saya benar-benar berhenti melakukannya. Penurunan itu terjadi karena waktu itu saya sedikit terdistraksi, menyebabkan saya perlahan-lahan menurunkan intensitas latihan, perlahan-lahan malas pergi ke tempat latihannya, hingga di satu titik saya tak pergi sama sekali ke tempat latihan. Dan akhirnya saya tak bisa melakukannya lagi.
Mungkin terlalu singkat dan terlalu umum untuk dijadikan contoh kenapa grit itu penting, di samping kesalahannya memang ada pada diri saya. Tapi, kalau dilihat dari sudut pandang yang sedikit lebih jauh, apa yang menyebabkan saya mengalami itu semua? Jawabannya adalah saya kurang fokus, kurang minat, dan kurang kegigihan.
Saya sangat ingin menjadi seorang breakdancer profesional, masalahnya adalah saya kurang grit dalam mengejar impian itu. Mengejar impian tak cukup hanya mengandalkan keinginan yang tinggi. Ibaratnya hanya bermimpi di siang bolong tanpa benar-benar melakukan apapun. Memuaskan keinginan tanpa benar-benar melakukan sesuatu. Itulah kenapa grit menjadi penting.
Grit membuat kita fokus pada satu hal dan tidak setengah-setengah. Grit membawa kita menyelami sesuatu secara lebih mendalam dan perlahan, merasakan setiap sensasi dalam upaya kita untuk mencapai tujuan. Dan, memaksa kita bergesekan dengan banyaknya rintangan yang menghalau.
Ibaratnya grit adalah sebuah cangkang telur yang melindungi kita dari godaan di luar, dan di sisi lain mematangkan kita yang ada di dalam sampai waktunya tiba untuk diri kita menetas dan menunjukkan diri pada dunia.
Bagaimana Saya Menumbuhkan Grit?
Namun, dari sekian banyak manfaat yang grit berikan, tak jarang ia luput dari diri kita, selayaknya kerupuk yang luput dari pandangan ketika sedang menyantap nasi goreng. Atau bubur ayam. Atau semacamnya.
Yang saya amati dari perkembangan diri saya dan orang-orang sekitar saya adalah kadang orang-orang yang sedang mengejar impiannya lebih cepat menyerah karena upaya mereka gak membuahkan hasil dalam waktu dekat. Tanpa hasil rasanya seperti berlari di lintasan yang tak terlihat ujungnya.
Dalam bukunya yang berjudul Grit itu, Angela Duckworth juga mengatakan kalau dalam menggapai tujuan jangka panjang, kita membutuhkan beberapa upaya-upaya kecil yang menjadi jalan setapak menuju tujuan jangka panjang tersebut. Semisal sebagai penulis, setidaknya lakukan sesuatu yang konsisten dan menghasilkan tulisan meski tulisannya buruk. Sebagai gitaris, mungkin bisa menguasai teknik-teknik baru setiap sesi latihan. Sebagai penari mungkin bisa menguasai gerakan baru setiap harinya. Saya rasa, hal-hal itulah yang membuat kita tetap bergerak maju.
Untuk mencapai impian atau tujuan jangka panjang, saya pribadi membutuhkan suatu pencapaian. Atau, setidak-tidaknya hasil konkret dari perjuangan itu. Saya gak tahu orang lain berpikiran yang sama atau nggak, tetapi kalau gak ada hasil tersebut rasanya kurang. Kalau gak ada hasil, rasanya kayak lagi gak ngelakuin apa-apa. Betul. Oleh karenanya saya membutuhkan hasil. Gak perlu hasil yang mendapatkan pujian atau hasil yang menjadi sebuah mahakarya.
Untuk saya yang berjuang menjadi seorang penulis, hasil itu cukup seperti coretan di kertas ketika saya sedang menulis cerpen secara manual atau setidaknya postingan blog yang terisi minggu ini.
Tujuan-tujuan jangka pendek membuat saya tetap semangat dan menjaga mood. Dan, saya rasa para pembaca mungkin merasakan hal yang sama.
Menjaga Grit.
Saya berupaya menjaga grit dengan tetap menulis. Yah, meski hasilnya buruk dan pasti bikin geleng-geleng kepala setiap saya meninjau ulang. Tak jarang saya berpikir seperti: “Apa-apaan ini…” atau “Siapa yang menulis tulisan seperti ini?” sambil terus menggeleng. Tapi setidaknya tulisan yang buruk bisa diedit dan halaman kosong gak bisa.
Saya rasa itu adalah salah satu cara untuk mengakali grit. Membuat kita tetap maju meski tujuan jangka panjang mungkin masih sangat jauh. Tetapi ada sedikit demi sedikit tujuan jangka pendek yang terpenuhi. Dengan begitu, secara gak langsung kita membuat diri kita merasa produktif. Selayaknya seorang pelari marathon yang tetap fokus pada tiap langkahnya dan berhenti di tiap pos untuk minum. Kita juga harus tetap fokus pada tiap upaya dan berhenti untuk menikmati sedikit hasil dari upaya yang kita kerahkan. Melihat cerpen yang setidaknya lebih bagus, melihat video tarian yang setidaknya lebih luwes, mendengar petikan gitar yang setidaknya sudah jauh lebih sedikit salahnya.
Saya gak tahu sampai berapa lama saya bisa memperjuangkan impian saya. Saya juga gak tahu apakah esok hari saya tetap memegang teguh grit ini. Tapi yang jelas, grit adalah sesuatu yang setiap orang harus miliki. Karena dengan grit kita bisa terjaga dari godaan untuk berhenti.
Jadi, kalau para pembaca merasa mulai goyah dalam mengejar impiannya, ingatlah bahwa grit itu penting. Grit membawa kita bergerak maju, grit bukan bakat bawaan, grit bisa ditumbuhkan dan dijaga. Mari sama-sama tumbuhkan grit dan buktikan pada diri kita bahwa tujuan jangka panjang itu bisa dicapai.
Catatan: Dan kalau para pembaca penasaran dengan versi aslinya, saya sarankan baca buku Grit karya Angela Duckworth. Tulisan saya ini hanya potongan kecil dari cara saya memaknainya, tentu bisa berbeda dengan pemahaman pembaca nanti setelah membaca bukunya.