Jaga Malam

Dua sendok bubuk kopi dan satu sendok gula pasir, lalu tuang air panas yang sudah mendidih, didihannya harus meletup-letup keluar karena kalau tidak, kopinya tidak akan larut. Itulah yang kutahu tentang meracik kopi hitam yang pas untuk kegiatan jaga malam.

Akhir-akhir ini kegiatan jaga malam semakin giat dilakukan, mengingat rumah warga semakin sering kemalingan. Suatu malam aku dan kawanku Sobri pernah memergoki seseorang sedang membobol pintu gerbang tua rumah Pak Husein. Sobri tak mampu berlari karena badannya kegemukkan, aku tak mampu mengejarnya juga.

Orang itu bertubuh jangkung, berambut kribo dan wajahnya dilumuri oli. Ia memakai penutup wajah di sekitar mulutnya. Dua hari kemudian rumah Pak Doyok kemalingan. Pak Doyok mengungkapkan ciri fisik yang sama dengan maling tempo hari. Ia begitu mahir membuka gembok dan menyelinap masuk. Tak heran warga kesal dengan kami yang tidak becus bekerja.

“Orang yang sama lagi kayaknya Man,” ucap Sobri.

“Iyanih,” Aku menyeruput secangkir kopi panas murahan yang disediakan oleh Pak RT.

“Jam baru tuh?” Sobri menunjuk pergelangan tanganku yang terangkat saat mengangkat cangkir kopi.

“ini? bukan, udah lama, pemberian adekku.”

“Oalah, kirain.”

“Kenapa emangnya?”

“Gaji kita kan kecil banget Man, masa bisa beli barang baru,” katanya tertawa.

Tak heran ia berkata begitu, kami hanya digaji lima ratus ribu untuk sebulan jaga malam. Warga pun tak punya minat untuk menyumbang lebih. Entah itu tenaga ataupun harta.

Hari ini mereka merekrut seorang penjaga malam lagi. Ia adalah seseorang yang sangat sibuk. Pagi bekerja di bengkel, siang hingga sore menjadi tukang kunci. Ia berbadan jangkung dan berambut kriting. Setiap ia jaga malam maka aktivitas pencurian menurun, namun keesokan harinya ketika ia libur, rumah warga pasti kemalingan.

“Mahir betul ya si Jupri,” ucap Sobri ketika Jupri pergi menuju kakus.

“Maksudmu Sob?”

“Iya, tiap dia jaga malam pasti rumah warga pada aman tuh.”

Aku menghisap sebatang rokok yang diberikan Jupri, lalu berusaha mencerna apa maksud dari Sobri, “Kamu mau bilang Jupri pelakunya?”

Sobri hanya melihatku seakan-akan bola matanya berbicara bahwa perkataanku barusan adalah sama persis dengan apa yang ada dipikirannya. Ia menghisap rokok kreteknya  dalam-dalam.

“Kita gaboleh kaya gitu Sob,” kataku.

“Ya kan cuma prasangka saja.”

“Justru karena cuma prasangka makanya gak boleh dikeluarin.”

Ia menghadap ke arahku “Coba aja dipikir Man,” katanya, “masa satpam bisa traktir rokok sama bawain gorengan tiap hari.”
“Ya bisa aja Sob,” kataku, “Jupri kan sibuk banget.”

“Kamu terlalu naif Man,” ia memalingkan wajah, meski begitu ia tetap menghisap rokok pemberian Jupri dan memakan gorengan yang dibawanya.

Malam itu sangat sunyi dan sepi, bahkan suara siraman Jupri di kakus terdengar sampai pos satpam. Menandakan Jupri akan segera selesai dari kegiatannya di sana. Ketika ia kembali, kami akan bercanda seperti biasa, ia sangat periang dan gemar membaca Al-Quran, tidak mungkin orang sepertinya melakukan hal kotor itu.

Jupri melangkah dengan hati-hati, menghindari lubang demi lubang jalanan aspal perumahan yang tidak kunjung ditambal. Ia selalu menyapaku dan Sobri saat kembali.

“Asaalamualaikum!” ucapnya dengan penuh semangat.

“Yeu cuman ke wc aja ko pake salam segala Jup,” ucap Sobri.

“Biar pahalanya banyak Sob, hehe.”

“Besok masuk gak Jup?” tanyaku untuk sekedar basa-basi dan terlihat lebih peduli kepadanya.

“Kayaknya izin lagi nih, ada pesenan katering, istriku ndak kuat kerjain sendirian.”

“Waduh, bisa-bisa besok kemalingan kalau ndak ada kamu Jup!” celetuk Sobri tak kira-kira.

“Hush,” bisikku, “Ndak boleh ngomong gitu, ucapan adalah doa, bener gak Jup?”

“Iya hehe,” tawanya canggung menandakan ia tak nyaman dengan ucapan Sobri, aku tidak ambil pusing dengan itu, toh mungkin saja Jupri gak enakan karena terlalu sering izin.

“Yah semangat deh Jup, semoga rezekinya melimpah.”

“Haha, aamiin, kalian juga ya.”

“Yah rezeki ku mah tergantung kamu datang apa ndak Jup,” satu pos ronda tertawa mendengar pernyataanku.

Aku senang setiap Jupri datang. Ia mirip sekali dengan adikku di kampung yang kini tinggal satu kontrakkan denganku. Jupri gemar bercanda dan suka membawakan satpam lain gorengan dari istrinya. Besok ia akan mengambil cuti. Aku akan meminta bantuan adikku lagi untuk menyelesaikan pekerjaan kotor itu.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top